Sariagri - Gunung Semeru yang terletak di Kabupaten Lumajang dan Malang, Jawa Timur mengalami erupsi pada Sabtu (4/12/2021) lalu. Peristiwa tersebut membuat kaget seluruh masyarakat. Hingga kini statusnya masih waspada.
Gunung Semeru merupakan gunung api aktif di Indonesia. Dari analisis visual Badan Geologi Kementerian dan Sumber Daya Mineral (KESDM), asap kawah utama berwarna putih dengan ketebalan 300-500 meter dari puncak gunung.
Sementara itu dari pengamatan kegempaan telah terjadi satu kali gempa letusan dengan amplitudo 14 mm selama 40 detik, satu kali gempa awan panas guguran dengan amplitudo 10 mm selama 201 detik, tiga kali gempa guguran dengan amplitudo 7-10 mm selama 100-200 detik, dan dua kali gempa hembusan dengan amplitudo maksimal 6 mm selama 40-45 detik.
Dilansir dari itb.ac.id, sejumlah gunung api di Indonesia memang mengalami kenaikan aktivitas vulkanik. Diantaranya adalah Gunung Semeru, Gunung Merapi dan Gunung Sinabung.
Berdasarkan keterangan volkanolog Mirzam Abdurrachman dari Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB mengungkapkan ada tuga faktor utama mengapa gunung api meletus. Pertama, karena kondisi di bawah dapur magma.
Kedua, kondisi di dalam dapur magma. Ketiga, kondisi di atas dapur magma atau permukaan gunung. "Jadi pada prinsipnya gunung api meletus itu terjadi karena ketidakstabilan di dalam dapur magma. Karena ketidakstabilan tersebut kemudian dikonversikan menjadi letusan," ujarnya.
Kenapa Gunung Api Meletus
Mirzam menjelaskan kondisi di bawah dapur magma berkaitan dengan pasokan magma baru. Proses tersebut berkaitan dengan proses geologi dengan subduksi, palung, pemekaran lantai samudra dan titik panas. Selama proses tektonik itu bekerja, maka proses pembentukan pasokan magma baru akan terjadi.
"Akibatnya ketika magma baru itu terbentuk, dia tergabung dengan magma yang sudah ada di dalam dapur magma. Ketika terjadi kelebihan volume maka kelebihannya harus dikeluarkan sehingga terjadilah erupsi," tuturnya.
Menurutnya, erupsi yang disebabkan faktor utama bersifat siklus. Maka itu bisa dipelajari karena terdapat rentang waktu dan volume relatif sama. Faktor kedua, Mirzam menjelaskan, berkaitan dengan jumlah magma di dalamnya. Di dalam ruang itu, magma mengkristal karena suhu menurun.
Magma kristal lebih berat daripada batuan panas semi-cair sehingga akan tenggelam ke dasar ruang magma. Hal tersebut mendorong sisa magma ke atas dan menambah tekanan pada penutup ruang itu. Letusan akan terjadi pada saat tutupnya tidak lagi mampu menahan tekanan. Namun peristiwa ini dapat diprediksi karena terjadi dalam sebuah siklus.
Faktor ketiga yang berkaitan dengan kondisi di atas permukaan gunung terjadi karena perubahan pasang surut ketika gerhana bulan dan matahari terjadi. Gunung api di tengah laut akan lebih sensitif karena permukaan air yang naik akan menambah tekanan. Ketika gunung berada di titik kritis maka akan terjadi batuk seperti Krakatau, Gamalama dan Banda Api.
Video terkait:
http://dlvr.it/SJJDbR
http://dlvr.it/SJJDbR